Tanjung Jabung Timur – Pengamat hukum Sahroni, menilai Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur lalai dalam menjalankan kewajiban pelayanan publik setelah menutup jembatan utama di Kelurahan Rano, Kecamatan Muara Sabak Barat tanpa menyediakan jalan alternatif yang layak.
Jembatan yang menjadi akses vital penghubung antar desa/kelurahan dan kecamatan tersebut saat ini sedang diperbaiki, namun penutupan total tanpa solusi memicu kelumpuhan aktivitas masyarakat. Jalan alternatif yang disediakan justru rusak berat dan nyaris tak bisa dilalui kendaraan roda empat.
Akibatnya, transportasi warga terhenti total, bahkan seorang warga yang meninggal dunia tidak bisa diantar menggunakan mobil ambulance tetapi akhirnya diangkut dengan mobil jonder, kendaraan pertanian yang biasa digunakan mengangkut hasil panen.
“Bayangkan, jenazah harus diangkut pakai jonder karena mobil ambulance tak bisa lewat. Ini bentuk kelalaian pelayanan publik yang serius,” kata pengamat hukum Sahroni, S.H., M.H., kepada wartawan, Jumat (7/11/2025).
Selain menghambat mobilitas sosial, penutupan jembatan juga melumpuhkan aktivitas ekonomi warga Kelurahan Rano dan sekitarnya. Parahnya petani dan masyarakat umum tak bisa mengirim hasil panen ke pasar atau ke pabrik karena akses jalan rusak dan berlumpur.
Menurut Sahroni, tindakan pemerintah daerah menutup jembatan tanpa solusi alternatif yang memadai berpotensi melanggar hak dasar warga negara sebagaimana dijamin oleh Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak atas lingkungan hidup yang baik dan pelayanan publik yang layak.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mewajibkan penyelenggara negara untuk menyediakan pelayanan yang mudah, cepat, dan terjangkau, termasuk dalam hal penyediaan infrastruktur transportasi yang mendukung kepentingan umum.
“Ini jelas bentuk maladministrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Pemerintah tidak boleh menutup akses vital tanpa memberikan solusi yang memadai,” tegasnya
Sahroni mendesak Bupati Tanjung Jabung Timur untuk segera mengambil langkah cepat dan terukur, antara lain dengan:
1. Membuka akses sementara atau darurat selama perbaikan jembatan berjalan.
2. Memperbaiki jalan alternatif agar layak dilalui kendaraan darurat, seperti ambulance dan kendaraan logistik.
3. Berkoordinasi dengan BPBD dan Dinas PUPR untuk menyiapkan jembatan darurat sementara.
“Ini bukan sekadar proyek infrastruktur. Ini soal hak hidup dan hak pelayanan publik. Pemerintah tidak boleh hanya beralasan pembangunan sambil membiarkan rakyat terisolasi,” tambahnya.
Jika tidak ada tindakan cepat, ia menilai masyarakat berhak mengajukan pengaduan resmi ke Ombudsman RI Perwakilan Jambi atas dugaan maladministrasi penyelenggaraan pelayanan publik. Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Dinas PUPR Kabupaten Tanjung Jabung Timur terkait penutupan jembatan utama di Kelurahan Rano tersebut. Kasus Jenazah dibawa menggunakan mobil jonder menjadi pelajaran penting bagi seluruh pemerintah daerah agar tidak abai terhadap dampak sosial dalam proyek pembangunan infrastruktur. Pembangunan fisik harus sejalan dengan prinsip aksesibilitas, kemanusiaan, dan keadilan sosial.
“Jangan jadikan alasan pembangunan untuk menutup mata atas penderitaan masyarakat. Negara harus hadir, bukan malah membuat rakyat terisolasi,” tutup Sahroni









