
Jakarta, Merinding.net — Reformasi besar dalam sistem peradilan pidana Indonesia resmi memasuki babak baru. Setelah melalui proses panjang, KUHP dan KUHAP hasil pembaruan dipastikan akan mulai berlaku efektif pada 2 Januari 2026. Dua regulasi monumental ini membawa perubahan signifikan, salah satunya terkait penutupan total ruang Restorative Justice (RJ) terhadap sejumlah tindak pidana berat yang dinilai berbahaya bagi masyarakat.
Pemerintah kini mengambil sikap tegas: tak ada lagi kompromi bagi kejahatan tertentu. Semua kasus dalam kategori ini wajib dibawa ke persidangan, tanpa pengecualian dan tanpa peluang damai.
🔥 9 Jenis Kejahatan yang Diblokir Total dari Restorative Justice
Dalam KUHAP baru, pemerintah menetapkan sembilan tindak pidana yang tidak boleh diselesaikan dengan RJ, sebab dinilai berisiko tinggi, merugikan banyak orang, dan mengancam stabilitas negara:
- Kejahatan terhadap keamanan negara dan ketertiban umum
- Terorisme
- Korupsi
- Kekerasan seksual (TPKS)
- Tindak pidana berancam penjara di atas 5 tahun, kecuali kelalaian
- Kejahatan yang menyerang nyawa manusia (pembunuhan)
- Tindak pidana dengan ancaman minimum khusus
- Kejahatan yang sangat membahayakan atau merugikan masyarakat
- Tindak pidana narkotika, kecuali pengguna yang diposisikan sebagai korban
Dengan ketentuan ini, negara ingin memastikan bahwa kejahatan besar tidak bisa “dibeli selesai” dan harus diproses sampai tuntas di pengadilan.
Paradigma Baru Hukum Pidana: Humanis, Tapi Tetap Tegas
Meski memperketat aturan untuk kejahatan besar, KUHP baru juga menandai pergeseran paradigma hukum: dari sekadar pembalasan, menuju pemulihan kerugian korban dan rehabilitasi pelaku untuk kasus tertentu.
Ketentuan RJ diatur dalam sejumlah pasal kunci, antara lain:
- Pasal 94 jo Pasal 81–83 KUHP (ganti rugi dan pidana tambahan)
- Pasal 76 ayat (3) (pengawasan dengan syarat pemulihan)
Sementara KUHAP baru memberikan pedoman operasional lebih rinci tentang tata cara, syarat, dan batasan pelaksanaan RJ di setiap tahap proses hukum.
✔ Syarat Ketat untuk Perkara yang Bisa Masuk Restorative Justice
Berdasarkan Pasal 80 KUHAP Baru, tidak semua perkara bisa mengajukan RJ. Hanya kasus tertentu dengan syarat sangat ketat:
- Pelaku bukan residivis (baru pertama kali melakukan tindak pidana)
- Ancaman pidana ringan (denda kategori III atau penjara maksimal 5 tahun)
- Kesepakatan harus tanpa intimidasi atau paksaan
- Proses RJ dapat diajukan oleh pelaku, korban, penyidik, atau penuntut umum
Aturan ini dibuat untuk memastikan bahwa RJ hanya diberikan kepada pelaku yang benar-benar layak, dan korban tidak dirugikan oleh tekanan dari pihak manapun.
⏳ Tenggat Penyelesaian 7 Hari: Negara Ingin Proses Cepat & Transparan
KUHAP baru menetapkan batas waktu yang jelas:
Semua kewajiban pelaku—seperti pembayaran ganti rugi, pengembalian barang, biaya kesehatan, atau pemulihan psikologis—wajib diselesaikan dalam 7 hari sejak kesepakatan RJ dibuat.
Jika dipenuhi, penyidik dapat menerbitkan SP3, yang kemudian harus disahkan Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu 3 hari.
Mekanisme ini dinilai sebagai langkah untuk mencegah manipulasi proses perdamaian dan memastikan korban mendapatkan haknya secara cepat dan tepat.
📌 RKUHAP 2025: RJ Lebih Rinci, Lebih Terukur, Lebih Ketat
Undang-Undang KUHAP yang disahkan pada 2025 memperkuat sistem RJ dengan:
- Prosedur mediasi yang lebih jelas
- Penegasan kewenangan penyidik & jaksa
- Standar pemulihan korban yang lebih lengkap
- Larangan mutlak RJ untuk kejahatan berat seperti korupsi, terorisme, dan kekerasan seksual
Regulasi ini menjadi rambu penting agar RJ tidak disalahgunakan untuk “mengamankan” pelaku kejahatan besar.
🏛 2 Januari 2026: Era Baru Penegakan Hukum Dimulai
Dengan diterapkannya KUHP dan KUHAP baru secara serentak, Indonesia memasuki era baru penegakan hukum:
- Lebih humanis untuk perkara ringan
- Lebih tegas untuk kejahatan besar
- Lebih transparan & terstruktur bagi seluruh proses peradilan
Para pakar menyebut kombinasi ini sebagai bentuk keseimbangan antara keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan masyarakat, menghadirkan wajah hukum pidana yang lebih modern dan responsif terhadap kebutuhan zaman.









